Rabu, 01 April 2009

X-Change 2009

Pesta Seni Performa 2009


/ Performance Art's Fiesta 2009

/ La Fete d'Art Performance


2009

August
19-20-21


CCCL [Centre Culturel et de Coopération Linguistique]
Surabaya - East Java
INDONESIA

htttp://pestaseniperforma2009-cccl.blogspot.com

---

CCCL [Centre Culturel et de Coopération Linguistique]
Jl. Darmokali 10. Surabaya – Jawa Timur
INDONESIA

http://www.ccclsurabaya.com/


Bersama para performance artist dari Jawa Timur [East Java]:

Agus Koecink/ Surabaya

Atieq S S Listyowati/ Surabaya-Jakarta

Benny Wicaksono/ Surabaya

Nemo Suneidesis/ Madura

Saiful Hadjar/ Surabaya

SAMIN Community/ Malang

Taufik Monyong/ Surabaya


dan internasional :

Demosthenes Agrafiotis /Yunani

Éric Létourneau/Kanada

Inari Virmakoski/Finlandia

Mark Salvatus/Filipina

Paul Couillard/Kanada

Paulo Nazareth/Brasil


Tema: ‘nation’, ‘nationalism’, ‘nationalistic’


Ketika dunia kini bagai dalam lipatan waktu, disadari atau pun tidak, manusia berada dalam ambiguitas. Proses percepatan globalisasi dibarengi sofistikasi teknologi tercanggih, budaya satelit yang memungkinkan setiap orang berbagai bangsa dapat berada di berbagai tempat dan negara lain sekaligus.

Performance art yang menurut sejarahnya [sebagai gerakan 'anti-art'] lahir akibat krisis eksistensi bangsa-bangsa di masa perang dunia I - II, menjadi medium tersendiri bagi aktualisasi masing-masing individu.

Pertemuan para performance artist dari berbagai bangsa dan negara yang digagas AppreRoom sebagai salah satu program X-Change 2009 yang didukung CCCL Surabaya serta berbagai lembaga dan individu lainnya ini adalah ajang sharing forum. Ajang untuk saling mengetahui persepsi, interpretasi dan perspektif masing-masing atas tema tersebut di atas melalui karya seni [performa] masing-masing.

AppreRoom













































































































































































































































































































































Photographs by :
MATANESIA
[Afu & Bobo] and personal collections



Curator: Atieq SS Listyowati

Selasa, 31 Maret 2009

X-Change 2009

An ExChange Program:

*) History of event and Objectives

· X-Change is an indie [independence] performance art event, non-formal and non-financial support. The X-Change is supported by several institutions and communities in art-space in Indonesia and abroad, also the participants themselves. The X-Change program is the answer to the demands from artists [abroad] who would like to stay and make a collaboration in artwork or research of performance art in Indonesia, connect and interact to other cultures in each country. The spirit of this program is about the exchange of minds and perspectives in artworks of each artist and people here. It's about civilization as a part of culture. It's about how to appear the enlightenment of diversity and personal good will in a mutual understanding, to be in an unlimited space of connecting people.

http://x-change2008-appreroom.blogspot.com

Senin, 30 Maret 2009

Introduction

Theme "Nation; Nationalism; Nationalistic"


Description

When the world today seems to be in time fold, aware or not, human is in ambiguity. Precipitation of globalization process along with most sophisticated technology, satelite culture which enables everybody from various nations to be in many places and another country simultaneously, even only in cyberspace, has become a significant phenomenon.

When self existence concept becomes dynamics and idea mobilization bring self identification in the name of a nation towards existence of other nations, therefore there is no distance.

Linkage among nations presents new concepts even self transformation. When country is no longer consider as the main umbrella of its citizens, so "neighbor's grass looks greener" become a real allegory.

Nationality becomes an attribute only. Even when a nation moves expansively, in fact it only gives opportunity to individuals inside performatively objectify themselves to each other's prospects. Nationalism concept is being tested here.


Nation authenticity becomes 'quo vadis'. Even someone 'status-quo' is only an ethics. Even though with that nationalism, one's love towards his/her country (nationalistic) where he/she is one of its members only as emotional a priori. Nationality change is consider as profane matter.

But actually, unconsciously these nation, nationalism and nationalistic matters become more out of track when emerge universality awareness as praxis matter in life.

Or the description above is only falsification?

Performance artists meeting from various nations and countries at Performance Art's Fiesta coming soon to be held in CCCL-Surabaya is sharing forum arena. Arena to know each others perceptions, interpretations, and perspectives, on theme mentioned above.

This meeting also as comparisons, especially to Indonesians in Surabaya whom is celebrating their Proclamation Day [17th August] also existence of a nation named Indonesia during 64 years old today. This arena will be self reflection or maybe a reduction of a nation's existence and nationality ideology plus is perspective of citizens' love of their nation still necessary to discuss among nations?

Performance art according to its history [as 'anti-art movement'] is born as a result of nations existence crisis in world war, became a certain medium of its own to actualization also 'head-line' journal and also each nations' representative. [Atieq S S Listyowati]


  • translated by Ade Meutia

---

Deskripsi

Ketika dunia kini bagai dalam lipatan waktu, disadari atau pun tidak, manusia berada dalam ambiguitas. Proses percepatan globalisasi dibarengi sofistikasi teknologi tercanggih, budaya satelit yang memungkinkan setiap orang berbagai bangsa dapat berada di berbagai tempat dan negara lain sekaligus, meski sebatas di ruang maya [cyberspace], telah menjadi fenomenon tersendiri.

Ketika konsep keberadaan diri menjadi dinamis dan mobilisasi idea membawa identifikasi diri atas nama sebuah bangsa menuju keberadaan bangsa-bangsa lain, maka distansi menjadi tiada.

Pertautan antar bangsa menghadirkan konsep-konsep baru bahkan transformasi diri. Ketika negara tak lagi dianggap sebagai payung utama warga negaranya, maka kehadiran 'rumput di halaman tetangga lebih hijau' menjadi sebuah alegori nyata.

Kebangsaan [nationality] pun menjadi sebuah atribut belaka. Bahkan ketika sebuah bangsa [nation] bergerak ekspansif, maka sesungguhnya ia hanya memberikan kesempatan bagi individu-individu di dalamnya secara performative mengobjektivasikan diri pada prospek masing-masing. Konsep nasionalisme menjadi teruji di sini.

Otentisitas kebangsaan menjadi 'quo-vadis'. Bahkan 'status-quo' seseorang hanya sebuah etika. Pun demikian dengan nasionalisme seseorang.

Kecintaan seseorang [nasionalistic] atas sebuah bangsa di mana ia sebagai salah satu anggotanya hanyalah a priori emosional. Perpindahan kebangsaan dianggap sebagai hal profan.


Namun sebetulnya, tanpa sadar urusan nation, nationalism dan nationalistic ini menjadi makin bergeser ketika muncul kesadaran universalitas sebagai hal praxis dalam kehidupan.

Ataukah deskripsi tersebut di atas adalah sebuah falsifikasi belaka?

Pertemuan para performance artist dari berbagai bangsa dan negara di acara Pesta Seni Performa mendatang di CCCL-Surabaya adalah ajang sharing forum.. Ajang untuk saling mengetahui persepsi, interpretasi dan perspektif masing-masing atas tema tersebut di atas.

Pertemuan ini sekaligus komparasi, khususnya bagi bangsa Indonesia di Surabaya yang tengah merayakan hari Proklamasi/kelahiran [17 Agustus] serta keberadaan sebuah bangsa bernama Indonesia selama 64 tahun hingga kini. Ajang ini akan merupakan refleksi diri atau mungkin pula sebuah reduksi atas eksistensi sebuah bangsa dan faham kebangsaan plus apakah perspektif atas kecintaan warganegara atas bangsa masih dianggap perlu untuk dibahas di antara bangsa-bangsa?

Performance art yang menurut sejarahnya [sebagai gerakan 'anti-art'] lahir akibat krisis eksistensi bangsa-bangsa di masa perang dunia, menjadi medium tersendiri bagi aktualisasi sekaligus jurnal 'head-line' dan representative masing-masing bangsa. [Atieq/ S S Listyowati]

___________________________________________




Call for Participants

Dear Artists,

thank you for your applying. We will inform you as soon as possible during 1st week in May.

Best Regards,
Atieq - SS Listyowati [Project Director]
AppreRoom


---

Dear Artists,


Please, send your CV + photos of your performances [attachment files] and address(es) of your website or blog to :

appreroom@yahoo.com


The committee will select and reply also give you the invitation letter and other official document which will be needed for your participation in this event [visa/ travel grant/ fund/ others].
Deadline: April 30th 2009

Best Regards,
AppreRoom


Participants

[abroad]

Inari Virmakoski [Finland]

Paulo Nazareth [Brasil]
http://www.artecontemporanealtda.blogspot.com/

Mark Salvatus [Philippines]

http://marksalvatus.blogspot.com/

Demosthenes Agrafiotis [Greek]
http://www.dagrafiotis.com/

Paul Couillard [Canada]

Éric Létourneau [Canada]


---

[local]

Performance Artists from/in East Java [Jawa Timur]:

Agus Koecink


Atieq S S Listyowati

http://sslistyowati.blogspot.com/



Benny Wicaksono



Nemo Suneidesis



Saiful Hadjar


SAMIN Community
[Dhani, Pugud Haidi]


Taufik Monyong
http://ruangart.blogspot.com/

Agenda

August 9 - 16
Arrival/Artist in Residence : survey/ observation/ research/ preparing performance

August 17 : Briefing

August 18, Tuesday [in Salle France-CCCL]
*2 - 2.30 pm : Press conference [RSVP only]; *2.30 - 5.00 pm: Artists Introduction & Screening

August 19, Wednesday
*10.00 - 12.00 noon : Presentation / Screening. * 3 - 5 pm : Discussion "Nation; Nationalism; Nationalistic", * 6 - 10 pm : Opening & Performances

August 20, Thursday
*10 - 12 noon : Screening /Workshop, * 3 - 5 pm : Performances, * 6 - 10 pm : Performances

August 21, Friday
*10 -12 noon : Screening/Workshop, * 3 - 5 pm : Performances, * 6 - 10 pm : Performances & Closing Party

---

Jadwal Acara :

[terbuka untuk umum/publik]


19 Agustus: 10.00-12.00 wib, Presentasi. 15.00-17.00 wib: Diskusi «Perspektif Kini atas ‘nation’, ‘nationalism’ dan nationalistic» bersama Riadi Ngasiran, 18.00-22.00 wib: Performances

20 Agustus: 10.00–12.00 wib: Workshop, 15.00-17.00 wib: Performances, 18.00-22.00 wib: Performances

21 Agustus: 10.00–12.00 wib: Workshop, 15.00-17.00 wib: Performances, 18.00-22.00 wib: Performances & Penutupan

/

19 août: 10.00-12.00am, Présentation. 3.00-5.00 pm: Discussion "Perspective of ‘nation’, ‘nationalism’ and ‘nationalistic’ Today" avec Riadi Ngasiran, 6.00 - 10.00 pm: Performances

20 août: 10.00–12.00am: Workshop, 3.00- 5.00 pm: Performances, 6.00 -10.00 pm: Performances

21 août: 10.00-12.00am: Workshop, 3.00 – 5.00 pm: Performances, 6.00 pm: Performances

Purpose

* Developing art issue, especially contemporary art today in Indonesia and International world. * Meeting follow up and sharing forum for any info & knowledge among world's nations including with their own focus of attentions * Ornamenting art life in Surabaya as representative / capital city in East Java

Facility

For Participants:
  • Free Accommodation [in a home-stay/ a hotel for performance-artists from abroad] during the event/ D-Days only [18th-19th-20th-21st of August 2009].
  • Equipments such as: projectors, LCD/in-focus, screen, DVD/CD player, speaker, microphones [indoor & outdoor]
  • Documentation of event on photo / video in CD/DVD
  • Publication in "Voila" bulletin, website of CCCL [Centre Culturel et de Coopération Linguistique de Surabaya] and blog of AppreRoom and others
  • Photo Exhibition in "mamipo" [Malang Meting Point] on October 2009 by photographers of Matanesia - Photo Club


This event
does not cover fees, meals or transportation/travel of artists and materials.


Team Work

http://teamwork-xchange09.blogspot.com/


Photo

Afu

Bobo


Video

Anang


Performance, Material, Setting & Property

Endy

Devi


Intrepreter

Jati


General

Devi

Atieq

Dian

Ellen

Rachmad

Norma

Frido

Ariyasa


Protokoler

Taufik

Perancis: Sejarah Awal Keberadaan Performance Art

Dalam tuturan kronologi wacana seni kontemporer dunia, performance art memang tak pernah lepas dari kekuatannya utnuk membuat audiens terhenyak dan membahasnya.

Di awal mula sejarahnya di Perancis, peristiwa seni performa ditunjukkan melalui sebuah foto karya Harry Shunk [1924-2006], --fotografer yang lahir di Italia keturunan Austria yang menetap di Paris setelah perjalanan panjangnya ke Inggris dan Irlandia kemudian sejak 1957-- yang mengetengahkan adegan gerakan artis lokal Yves Klein (1928-1962) tampak dalam aksi tengah melompat alias terjun bebas dari sebuah tembok tinggi/ lantai kedua di sebuah rumah siap terjerembab di atas jalan raya Rue de Gentil-Bernard di Fontenay-aux-Roses yang tengah sepi dan lengang. Foto yang ditampilkan ini berjudul Le Saut dans le Vide /Leap into the Void, Oktober 1960. Yves Klein adalah salah seorang artis yang dianggap terpengaruh oleh para Satrianist [penganut Sartre].

Aksi dalam foto tersebut merupakan pengejewantahan/ metafora sang artis untuk menunjukkan kebodohan publik yang terhempas oleh ketamakan materialisme dunia.

Foto tersebut menjadi pembahasan publik yang bersifat kekal hingga kini, khususnya di bidang seni performa [performance art], dimana genre ini merupakan sebuah gerakan yang dipicu oleh masalah sosial politik. Harry Shunk pun turut menjadi tokoh penting dalam kejadian tersebut. Foto tersebut merupakan rekayasa melalui tehnik fotografi, hasil kerja bersama pasangannya Janos [John] Kender dan rekan-rekannya dalam Nouveau Realiste [Realis Baru] antara lain: Arman, Jean Tinguely, Niki de Saint Phalle dan Christo di studio mereka di Paris. Konsistensi mereka dalam bereksperimen dalam fotografi merupakan versi kontinen di rancah pop-art.

Pergerakan genre baru dalam kancah seni kontemporer yang berlabel non-art ini sebetulnya telah lama bergolak khususnya di negara Perancis. Sebagai kawasan melting point sejak dahulu kala, Perancis menjadi medium penggodogan berbagai kegelisahan para pemikir dan kreator di berbagai belahan bumi, khususnya Eropa.

Semenjak munculnya istilah avant-garde oleh Henri de Saint-Simon di tahun 1825 dengan kumpulannya yang terdiri kaum cendekiawan, ilmuwan dan industrialis, sikap pendobrakan terhadap seni konvensional mulai bergerak. Salon de Refusés adalah bentuk penolakan para seniman avant-garde di tahun 1863 atas Paris Salon di ruang-ruang akademika. Pementasan Ubu Roi karya Alfred Jarry di Paris [1896] adalah awal performance yang menggugah pemikiran atas perspektif baru.

Perang Dunia I semakin mengobarkan pemikiran ini. Keberadaan Cafe Simplisismus di Zurich sejalan dengan pernyataan “Parole et Liberta” oleh FT Marinetti penggagas Futurisme di Venice yang hadir kemudian di koran Le Figaro, Paris [1909] dan menjadi gerakan serentak hingga ke Jepang, tak lama 3 bulan setelahnya dan menyulut keberadaan Kelompok Gutai.

Di Paris inilah para kaum Dada [Tristan Tzara dsb.] dari Munich 'hijrah' [1919] dan selanjutnya gerakan yang didasari oleh faham anti-fascist ini menuju New York diusung oleh para senimannya antara lain André Breton bersama Marchel Duchamp dan Francis Picabia. Semenjak keberadaannya di negeri kapitalis ini, publikasi semakin menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Di masa eksistensialisme, Simone de Beauvoir, Jean Genet dan Jean-Paul Satre menyebutnya ‘combative art’ sebagai bagian dari sebuah revolusi politik dan artistik. Eksistensialisme merebak di tahun 1950an. 1954, di Paris, Georges Mathieu melakukan performance dalam gerak teatrikal dengan menyapukan tubuhnya ke atas kanvas. Istilah performance art mulai dikukuhkan.

Perancis, sampai detik ini masih menyimpan sejarah pekat atas perkembangan seni performa [performance art]. Seusai masa Perang Dunia II hingga di abad Millenium ini, nama-nama performance artist yang dikenal publik adalah antara lain: Gina Pane, dan kini hadir Orlan, performance artist yang acapkali melakukan bedah plastik di wajahnya [plastic surgery] yang cantik. Periode terkini, perkembangan performance art di Perancis justru berada di wilayah-wilayah daerah, tak hanya Paris sentris. Sebuah festival yang merupakan tempat berkumpulnya para periset sekaligus performance artist, kurator dan organizer baik di Perancis mau pun kawasan Eropa [dan akhir-akhir ini Asia], secara ajeg setiap tahun --semenjak 2005-- diselenggarakan di Sète, bertajuk Infr'Action.

[Atieq S S Listyowati]